Sabtu, 24 Mei 2025, 15:14:43 WIB, 134 View Administrator, Kategori : Lakon Apik

(cyberblitar.com) 1 Juni telah ditetapkan Pemerintah menjadi Hari Lahir Pancasila melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 dan sejak saat ini di seluruh Indonesia melaksanakan Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila, ada sebuah proses yang panjang berawal dari sebuah kegelisahan dari seniman Blitar bernama Bagus Putu Parto tentang sebuah identitas daerah; ketika dalam perjalanannya di tahun 1995 untuk bisa tampil dan membuat pementasan di Rumah Sejarah, .. ya Istana Gebang menjadi rumah sejarah bagi seorang Bagus Putu Parto karena terwujudnya mimpi dalam membuang kegelisahannya. 

Kegelisahan itu tertuang dalam wujud sebuah aktifitas yang masuk dalam rangkaian Haul Bung Karno "Tabur Bunga Penyair Indonesia" dengan menghadirkan penyair - penyair nasional seperti Diah Hadining dari Jakarta, Wahyudin dari Banjarmasin, KRT Sujonopuro dan Gojek JS dari Solo tentu dengan Barisan Seniman Muda Blitar dan pementasan inipun tidak berjalan lancar karena memang waktu itu masih sangat terbatas ruang - ruang ekspresi bagi Seniman dan kegiatan Tabur Bunga Penyair Indonesia terus dilakukan dan dilaksanakan pada setiap moment Haul Bung Karno dan ini menjadikan embrio dalam pelaksanaan peringatan hari Lahir Pancasila.

Namun ternyata identitas tersebut belum benar - benar mampu menghilangkan kegelisahan yang ada, baru di tahun 2000 saat melintas di daerah Ponorogo yang secara nyata terlihat patung - patung dengan aktiitas Reog nya sudah menjadi identitas di Ponorogo, dan Blitar memiliki Bung Karno untuk menjadi identitas di Blitar, maka semangat Bung Karno dalam menggali Pancasila inilah yang kemudian muncul gagasan untuk membuat "Grebeg Pancasila", Grebeg sendiri dimaknai sebuah kebersamaan atau semangat "gotong royong" sesuai nilai - nilai Pancasila. 

Dan awalnya hanya ada 3 Ritus yaitu Upacara Budaya, Kirab Gunungan Lima yang dimaknai dari Lima Sila Pancasila diiringi dan dibawa oleh Prajurit Siji, Prajurit Enam dan Prajurit Patang Puluh Lima (sebagai personifikasi tanggal lahir Pancasila 1 Juni 1945) dan Kenduri Pancasila pada tahun 2000 baru terwujud, kemudian pada tahun 2001 Grebeg Pancasila mulai di gelar di Alun - alun Kota Blitar dengan melibatkan Pejabat Kota dan Kabupaten Blitar, kemudian disempurnakan menjadi 5 Ritus pada tahun 2004 tepatnya pada tanggal 22 April 2004 di Balai Kusuma Wicitra.

Upaya pembakuan pelaksanaan Grebeg Pancasila diawali dengan Seminar yang menghadirkan tiga narasumber pakar kebudayaan yaitu : Pengageng Parentah Kraton Surakarta Hadiningrat di Wakili Oleh KRHT Winarnodipuro dan KRT Bowodipuro dan Budayawan Jatikusuma dengan dihadiri oleh 12 Budayawan Blitar, Kepala Kelurahan Se Kota Blitar, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Pengurus Dewan Kesenian Kota Blitar serta tokoh agama dan tokoh masyarakat; yang selanjutnya dari hasil seminar dibuat rumusan pada tanggal 4 Mei dan 11 Mei 2004 di Aula Dinas Kominparda Kota Blitar agar tidak menyimpang dari Pakem, sehingga Grebeg Pancasila menjadi 5 Ritus hingga saat ini :

  1. Bedhol Pusaka dari Istana Gebang menuju Balai Kota pada tanggal 31 Mei pukul 18.00 (gagasan Purwanto, SPd)
  2. Malam Tirakatan di Balai Kota tanggal 31 Mei jam 21.00 - 24.00 (gagasan Ki Djoko Hariyanto)
  3. Upacara Budaya Peringatan Hari Lahir Pancasila di Alun - alun Kota Blitar tanggal 1 Juni pukul 08.00
  4. Kirab Gunungan Lima dari Alun - alun Kota Blitar ke Makam Bung Karno
  5. Kenduri Pancasila di Makam Bung Karno / Perpustakaan Bung Karno.

Budaya bersifat dinamis, artinya ia terus-menerus mengalami perubahan dan perkembangan seiring waktu. Perubahan ini dapat terjadi karena adanya interaksi antar individu, perubahan lingkungan, atau adaptasi terhadap kondisi baru. Dengan demikian, budaya tidak statis, melainkan fleksibel dan selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Demikian halnya harapan Drs. Bagus Prabowo (Bagus Putu Parto) menutup diskusinya beliau berharap Grebeg Pancasila adalah satu identitas Kota Blitar yang juga bisa berkembang seiring waktu sehingga benar - benar hidup dengan tidak meninggalkan dan mengubah ritus yang telah ada.

Sumber :

  1. Wawancara bersama Mas Bagus Putu Parto (24 Mei 2024); 
  2. Bagus Putu Parto, 2022, Rumah Sejarah, Penerbit Delima Mutiara Citra Asri F2/39 Sidoarjo 





Tuliskan Komentar